
Mataram – Kantor Wilayah Kementerian Hukum (Kemenkum) Nusa Tenggara Barat mengikuti Webinar Uji Publik Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati, yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan (Ditjen PP) Kementerian Hukum RI, pada Jumat (31/10) secara virtual melalui Zoom Meeting.
Kegiatan ini diikuti oleh seluruh Kantor Wilayah Kemenkum se-Indonesia, aparatur penegak hukum, dan kalangan akademisi dari fakultas hukum seluruh Indonesia. Dari NTB, kegiatan ini diikuti langsung oleh Kepala Kantor Wilayah Kemenkum NTB, I Gusti Putu Milawati, beserta jajaran.
Dalam sambutannya, Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan, Dhahana Putra, menjelaskan bahwa urgensi penyusunan RUU ini adalah untuk melaksanakan amanat Pasal 102 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP, yang akan mulai berlaku pada 2 Januari 2026. Menurutnya, perubahan paradigma terhadap pidana mati menjadi dasar penting dalam pembentukan regulasi ini.

“Pidana mati kini dipandang sebagai pidana khusus yang selalu diancamkan dengan masa percobaan. Oleh karena itu, RUU ini menjadi penting sebagai pelaksanaan prinsip kemanusiaan dan hak asasi manusia, serta memberikan kepastian hukum bagi terpidana mati,” ujar Dhahana.
Webinar menghadirkan sejumlah narasumber terkemuka di bidang hukum, antara lain Wakil Menteri Hukum, Edward Omar Sharif Hiariej, Marcus Priyo Gunarto, Supriyadi, dan Muhammad Fatahillah Akbar.
Dalam paparannya, Marcus Priyo Gunarto menyoroti pentingnya kejelasan pengaturan mengenai subjek terpidana antara sipil dan militer, serta definisi advokat yang mendampingi terpidana mati.
Salah satu pembicara, Muhammad Fatahillah Akbar, menekankan bahwa arah pengaturan pidana mati dengan sistem percobaan merupakan bentuk evolusi menuju abolisionis de facto, yakni upaya meniadakan praktik pidana mati secara bertahap melalui pendekatan hak asasi manusia.

Menanggapi hal tersebut, para narasumber menegaskan bahwa pelaksanaan pidana mati akan tetap menjunjung tinggi prinsip kemanusiaan. Terpidana mati yang sedang sakit, misalnya, tidak akan dieksekusi hingga dinyatakan sembuh berdasarkan pemeriksaan medis dan psikologis klinis.
Kepala Kanwil Kemenkum NTB, I Gusti Putu Milawati, menyambut baik kegiatan ini sebagai langkah penting dalam memastikan pelaksanaan pidana mati berjalan secara berkeadilan, manusiawi, dan sesuai konstitusi.
“Kemenkum NTB mendukung penuh langkah pemerintah dalam mengharmonisasikan pelaksanaan pidana mati agar sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan hak asasi manusia. Kami terus berkomitmen untuk berkontribusi dalam setiap proses pembentukan hukum yang berdampak langsung bagi masyarakat,” ujarnya.
Kakanwil menambahkan bahwa kegiatan ini juga menjadi bagian dari semangat Kemenkum NTB dalam mengimplementasikan tagline ‘Setahun Bekerja, Bergerak–Berdampak’, dengan memastikan setiap langkah dan kebijakan yang diambil memiliki dampak nyata terhadap penegakan hukum di daerah.















