Mataram - Kantor Wilayah Kementerian Hukum Nusa Tenggara Barat (Kanwil Kemenkum NTB) menggelar rapat pengharmonisasian terhadap 3 (tiga) Rancangan Peraturan Bupati (Raperbup) Kabupaten Bima pada Senin, (6/10).
Rapat ini dihadiri oleh Kepala Divisi Peraturan Perundang-undangan dan Pembinaan Hukum Kantor Wilayah Kemenkum NTB, Edward James Sinaga beserta tim Perancang Peraturan Perundang-undangan secara langsung. Sementara itu, hadir secara daring Assisten I Bidang Pemerintahan dan Kesra Fatahullah, Bagian Hukum dan Bappeda serta BPKAD Setda Kabupaten Bima selaku perwakilan pemrakarsa.
Adapun 3 Raperbup Kabupaten Bima tersebut yaitu, Raperbup tentang Perubahan atas Peraturan Bupati Bima Nomor 23 Tahun 2024, Raperbup tentang Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 2026, dan Raperbup Perubahan Rencana Kerja Pemerintah Daerah Kabupaten Bima Tahun 2025.
Dalam rapat ini, Tim Perancang Peraturan Perundang-undangan memberikan perbaikan terhadap konsep konsiderans menimbang dan konsep perubahan dalam batang tubuh Raperbup tentang Perubahan atas Perbup 23/2024 tentang Standar Biaya Masukan Tahun 2025, Penggunaan istilah SBM tanpa frasa harga dalam Raperbup tentang Standar Biaya Masukan Tahun 2026 dan Perbaikan sistematika rancangan Raperbup Perubahan Rencana Kerja Pemerintah Daerah Kabupaten Bima Tahun 2025.
Dari hasil rapat, diperoleh kesepakatan antara Tim Perancang Peraturan Perundang-undangan dan perwakilan pemrakarsa terkait 2 (dua) rancangan peraturan bupati, yaitu Raperbup Perubahan Perbup Nomor 23/2024 tentang SBM Tahun 2025 dan Raperbup Kabupaten Bima tentang Standar Biaya Masukan Tahun 2026. Sedangkan Raperbup Perubahan Perbup 31/2024 perlu diperbaiki terlebih dahulu oleh pemrakarsa.
Dalam sejumlah kesempatan, Kakanwil Kemenkum NTB I Gusti Putu Milawati menekankan bahwa proses harmonisasi bukan sekadar formalitas administratif, melainkan proses substantif yang sangat penting untuk memastikan Raperda benar-benar bermanfaat dan berkualitas.
"Masukan berupa kekurangan maupun kelebihan dari rancangan ini tidak dimaksudkan untuk menyalahkan, melainkan untuk menghasilkan produk hukum yang lebih," ujar Mila.