
Mataram – Kantor Wilayah Kementerian Hukum Nusa Tenggara Barat (Kanwil Kemenkum NTB) berpartisipasi dalam kegiatan Focus Group Discussion (FGD) bertema “Politik Hukum Pembaruan UU Tindak Pidana Korupsi, Reformulasi Delik dan Sanksi Tindak Pidana Korupsi, serta Pemulihan Aset dan Kerugian dari Tindak Pidana Korupsi”, yang diselenggarakan pada Selasa (4/11) di Aula Prof. Zainal Asikin, Fakultas Hukum, Ilmu Sosial, dan Ilmu Politik Universitas Mataram.
Kegiatan FGD yang diinisiasi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tersebut merupakan bagian dari agenda Asta Cita ke-7 RPJMN dan melibatkan berbagai unsur, mulai dari kementerian/lembaga, akademisi, penegak hukum, organisasi masyarakat sipil, hingga mahasiswa. Kanwil Kemenkum NTB melalui Kelompok Kerja (Pokja) Analis Hukum hadir mewakili Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) dalam forum strategis ini.
Plt. Kepala Biro Hukum KPK, Iskandar Marwanto, dalam sambutannya menjelaskan bahwa kegiatan ini merupakan langkah awal penyusunan perubahan UU Tipikor. “Kegiatan ini menjadi bagian dari upaya strategis penyusunan kerangka regulasi kebijakan, yang diharapkan tahun 2026 sudah tersedia naskah akademik, dilanjutkan dengan revisi pada 2027, dan pembahasan dapat diselesaikan pada tahun 2029,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa seluruh masukan dari para akademisi dan praktisi akan dipadukan sebagai kesimpulan komprehensif untuk merumuskan norma-norma baru pemberantasan korupsi yang sesuai dengan aspirasi masyarakat.
Dalam kesempatan tersebut, para narasumber dari kalangan akademisi, seperti Prof. Rodliyah dari Universitas Mataram dan Maradona dari Universitas Airlangga, menyampaikan berbagai pandangan terkait harmonisasi UU Tipikor dengan KUHP Nasional, asas lex specialis derogat legi generali, hingga pengaturan tindak pidana korupsi dalam Bab Tindak Pidana Khusus. Narasumber dari UNODC, Putri Rahayu Wijayanti, turut memaparkan pentingnya keselarasan hukum nasional dengan United Nations Convention against Corruption (UNCAC), terutama dalam memperluas definisi penyalahgunaan wewenang dan penguatan mekanisme pemulihan aset.
Kehadiran Kanwil Kemenkum NTB dalam kegiatan ini tidak hanya berperan sebagai peserta, tetapi juga memberikan kontribusi melalui pertanyaan dan pandangan kritis terkait sinkronisasi regulasi antikorupsi nasional dengan berbagai undang-undang lainnya. Analis Hukum Ahli Pertama, Ninda Rismana Pratiwi dan Kukoh Iqbal, menyampaikan sejumlah pertanyaan yang menggugah diskusi, antara lain mengenai kemungkinan penyederhanaan undang-undang korupsi serta implikasi politik hukum dalam perubahan UU Tipikor di masa mendatang.
Terpisah, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum Nusa Tenggara Barat, I Gusti Putu Milawati, menyampaikan apresiasi atas keterlibatan jajaran Kanwil dalam forum nasional tersebut. Ia menegaskan bahwa partisipasi aktif Kanwil Kemenkum NTB dalam diskusi pembaruan hukum pidana ini merupakan bentuk dukungan nyata terhadap upaya reformasi hukum nasional, khususnya dalam memperkuat pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia.

