
Dahulu, Paralegal lekat dengan sebutan “Pokrol” Ada juga yang mengartikan Paralegal sebagai “asisten pengacara”. Namun keduanya cukup berbeda dengan peristilahan Paralegal saat ini yang mengedepankan kompetensi sebelumnya. Pada jaman pendudukan Belanda, Paralegal lebih dikenal dengan sebutan gemachtegde.
Pengertian Paralegal (menurut Permenkumham Nomor 3 tahun 2021 tentang Paralegal dalam Pemberian Bantuan Hukum) adalah setiap orang yang berasal dari komunitas, masyarakat, atau Pemberi Bantuan Hukum yang telah mengikuti pelatihan Paralegal, tidak berprofesi sebagai advokat, dan tidak secara mandiri mendampingi Penerima Bantuan hukum di pengadilan.
Lantas, apa bedanya paralegal dengan advokat?
Advokat (pengacara/konsultan hukum) merupakan sarjana hukum yang telah mengikuti pendidikan khusus profesi advokat dan mengantongi izin praktek untuk beracara di pengadilan. Sedangkan paralegal tidak memiliki izin untuk praktek di pengadilan dan bekerja di bawah bimbingan advokat. Namun Paralegal dituntut untuk memiliki pengetahuan di bidang hukum baik hukum materiil maupun hukum acara dengan di bawah bimbingan advokat atau organisasi bantuan hukum yang berperan membantu masyarakat pencari keadilan. Paralegal ini bisa bekerja sendiri di dalam komunitasnya atau bekerja untuk organisasi bantuan hukum atau firma hukum.
Paralegal dalam pemberian layanan bantuan hukum, sangat dibutuhkan eksistensinya, mengingat masih banyaknya masyarakat yang belum paham terkait implementasi hukum di Indonesia dan sulit mendapatkan akses terhadap keadilan hukum.
Apalagi jumlah penduduk yang padat dan menyebar di berbagai wilayah yang luas tidak sebanding dengan jumlah Advokat yang tersedia. Hal ini telah disebutkan Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Jentera, Bivitri Susanti saat memberikan materi dalam Diskusi Strategi Kebijakan yang digelar di Kanwil Kemenkum NTB pada Rabu, 17 September 2025 lalu.
“Jika dibandingkan, Indonesia hanya memiliki satu advokat untuk 3.800 orang, sementara di Amerika Serikat, satu orang advokat melayani 250 orang, dan di Selandia Baru, satu orang advokat melayani 326 orang. Keterbatasan ini membuat paralegal menjadi sangat penting dalam memperkuat akses hukum di masyarakat,” jelasnya.
Selama ini Paralegal telah berkontribusi di masyarakat dengan memberikan layanan konsultasi hukum dan bantuan hukum. Paralegal bahkan juga menjalankan sejumlah tugas advokasi dan pengorganisasian untuk dapat mendorong tumbuh dan berkembangnya kesadaran hukum masyarakat. Selain itu, peran paralegal sangat penting sebagai jembatan bagi masyarakat pencari keadilan dengan advokat dan aparat penegak hukum lainnya. Tentu saja untuk penyelesaian permasalahan hukum yang dialami individu maupun kelompok masyarakat.
Dalam memberikan bantuan hukum, paralegal berkewajiban melaksanakan kewajibannya, yang berfungsi sebagai mediator, fasilitator, negosiator maupun legal assistance. Tentu saja termasuk Bantuan Hukum dan pelayanan hukum berdasarkan penugasan dari Pemberi Bantuan Hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan standar layanan bantuan hukum.
Selain itu seorang paralegal dalam lingkup tertentu, guna meningkatkan kompetensi dan kualifikasi nya wajib mengikuti pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan oleh Pemberi Bantuan Hukum dan dapat bekerjasama dengan Perguruan Tinggi, lembaga pemerintah pusat atau daerah, dan lembaga non pemerintah.
Adapun syarat menjadi Paralegal yaitu:
- Warga negara Indonesia;
- Berusia paling rendah 18 (delapan belas) tahun;
- Memiliki kemampuan membaca dan menulis;
- Bukan anggota Tentara Nasional Indonesia, Polisi Republik Indonesia, atau Aparatur Sipil Negara;
- Memenuhi syarat lain yang ditentukan oleh Pemberi Bantuan Hukum dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Badan Pembinaan Hukum Nasiona (BPHN) sendiri telah menggelar Pelatihan Paralegal Serentak (Parletak) sebanyak 2 kali pada tahun 2025 dan dari NTB, diikuti oleh 113 peserta pada pelatihan angkatan pertama dan 57 orang peserta pada pelatihan angkatan kedua. Pelatihan ini dirancang untuk membekali peserta dengan pengetahuan dan keterampilan sebagai paralegal, agar mampu memberikan layanan hukum dasar dan menjadi garda terdepan dalam membantu masyarakat mengakses keadilan.
Penyediaan akses keadilan merupakan bagian dari program prioritas nasional sebagai mana tertuang dalam Asta Cita Presiden Prabowo, yang menempatkan hukum sebagai jaminan keadilan dan hak setiap warga negara. Oleh karena itu, pembentukan Posbankum dan pelatihan paralegal disebut sebagai langkah konkret Kementerian Hukum melalui BPHN untuk memastikan bahwa masyarakat, bahkan yang berada di pelosok desa, tidak lagi kesulitan mendapatkan pendampingan hukum.
